Senin, 16 November 2009

SHOLAT


KENAPA KITA DIWAJIBKAN SHOLAT LIMA WAKTU

Sebelum kita melangkah jauh kepada pertanyaan itu, alangkah baiknya jika kita bertanya kepada diri kita sendiri. Sudahkah kita melaksanakan perintah Allah dengan benar dan ikhlas?.
Untuk menjawab pertaanyan tersebut, kembalikanlah kepada diri kita sendiri, yang menciptakan kita siapa? Dan yang memelihara kita mulai awal kita dilahirkan (siang dan malam tanpa kenal lelah) sampai pada waktu sekarang, kalau kita sudah bisa memikirkan yang demikian, maka wacana ke Ilahi-an kita akan semakin lebar dan luas yang tidak terhalangi oleh ruang dan waktu.
Kita sebagai hamba Allah sangatlah tidak pantas, jika kita hanya menuntut hak kita kepada-Nya (kita menuntut akan diberikannya rizki yang lancar dan banyak, dalam menghadapi permasalahan selalu diberi kemudahan dan jalan keluar dengan mudah dan lai-lain), sedangkan kita tidak memenuhi keawjiban kita sebagai hamba kepada-Nya, yakni melaksanakan semua kewajiban yang dibebankan kepada kita, diantara sholat, puasa, zakat, dan ibadah-ibadah yang lainnya.

Apakah pantas, jika kita menuntut hak kita dengan begitu gigih dan bahkan seperti menyuruh dengan paksa kepada Tuhan akan dikabulkannya dengan cepat semua permintaan kita?, kalau kita mau berfikir dengan permintaan itu sangatlah tidak pantas kita lontarkan kepada Allah, karena asalkan kita mau melaksanakan semua perintahnya dan menjauhi semua larangannya serta berusaha untuk memperoleh rizki dari-Nya, yang jelas tetap berdoa (meminta kepada-Nya), maka Allah pasti akan memberikan rizki kepada kita. Entah rizki itu terkabul dengan cepat ataupun lambat, itu urusan Allah.
Untuk itu kita sebagai hamba yang beriman, mau tidak mau kita harus melaksanakan semua perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya dan selalu memohon ampun atas semua dosa-dosa yang telah kita lakukan, serta berusaha melakukan ibadah dan amal kebajikan yang kita maksudkan hanya mencari ridho Allah semata.
Nah kalau kita sudah mengetahui dan menyadari hakikat akan tugas yang dibebankan kepundak manusia, maka sebenarnya diwajibkannya sholat kepada manusia, bukan karena Allah butuh dan memerlukan ibadah hambanya, melainkan sang hamba itu sendiri lah yang membutuhkan pertolongan kepada Allah akan semua permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi. Karena hamba sangat lemah sekali, sedangkan Allah Maha Perkasa, Maha Mengabulkan doa dan Maha-maha yang lainnya. Jika hamba menyombongkan diri, yang seakan-akan kita tidak membutuhkan-Nya, hal tersebut sangatlah keliru dan sangatlah kurang ajar, karena tanpa pertolongan-Nya, mustahil manusia bisa berjalan dengan lancar, hanya saja pertolongan itu sangat halus, sampai-sampai manusia tidak merasaknnya, karena sangat halusnya.
Diwajibkannya sholat kepada hambanya, agar supaya kehidupannya bisa tertata dengan baik dan hidupnya berjalan dengan seimbang, karena sholat sendiri merupakan timbangan ataupun barometer bagi kehidupan kita, kalau sholat kita baik maka secara tidak langsung akan tercermin dalam kehidupan kita sehari-hari.
Nah, yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah, kenapa kita yang melaksanakan sholat tiap hari tanpa pernah meninggalkan sama sekali, masih sering melakukan perbuatan-perbuatan maksiat kepada Allah?
Untuk menjawab itu, apakah sholatnya yang salah atau orangnya yang tidak ingat bahwa dia sedang menjalankan sholat?, pertama sholat kita sudah benar sebagaimana yang telah diajarkan oleh agama, tetapi hati kita yang masih belum bisa nyambung dengan sang khaliq, dengan kata lain, ketika kita sedang melaksanaknan sholat hati kita bertamasya kemana-mana, dengan bertamsyanya hati kita kemana-mana, otomatis kita akan lupa dengan diri kita, bahwa kita sedang melaksanakan sholat.
Padahal sholat merupakan ajang menuju anjang sana sang Robbil Izzati wal Jalal, yang otomatis didalam menghadap kepadanya harus dalam keadaan suci, minimal suci secara dhohoriyah. Karena Dia adalah Maha Suci, kita tidak akan sampai kepadan-Nya, jika hati kita masih dipenuhi dengan kotoran-kotoran (riya, iri, dengki, sum'ah dan lain-lain), sebagaimana diterangkan dalam al-qur'an:
                               
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama ۝ Itulah orang yang menghardik anak yatim,۝ Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.۝ Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,۝ yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya,۝ Orang-orang yang berbuat riya۝ Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.
Dalam keterangannya: Riya ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan Allah akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di masyarakat. Sebagian Mufassirin mengartikan: enggan membayar zakat.
Untuk bisa berkomunikasi dengan Tuhan, salah satunya kita harus berusaha menjernihkan dan mensucikan hati kita dari kotoran-kotoran tersebut, dengan pelan-pelan tapi pasti. Dengan jernihnya dan bersihnya hati kita, maka akan terjalin hubungan komunikasi yang inten dan bahkan seakan-akan tidak ada tebeng aling-aling kita dengan Allah, karena begitu dekatnya. Bukan berarti kita bisa melihat Allah dengan kasat mata, melainkan dengan mata hati kita, sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW; انه اقرب من حبل الوريد
Dekatnya Allah dengan hambanya, sangat dekat sekali sedekat urad nadi kita. Maka tidak mengherankan para ulama salafus sholeh, jika berdoa selalu mustajab, hal itu tidak lain karena kedekatan para ulama salaf dengan Allah sangat dekat sekali, seakan-akan tiada tabir yang menghalanginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar